Sejarah Lengkap Organisasi Gerakan Politik Sarekat Islam, organisasi Pergerakan Indonesia

Sejarah Lengkap Organisasi Gerakan Politik Sarekat Islam, organisasi Pergerakan Indonesia – Gerakan partai Politik di Indonesia yang menonjol sebelum perang dunia II dan layak mendapat perhatian adalah Sarekat Islam (SI). Didirikan tahun 1912, partai ini segera mengalami perkembangan yang tiada taranya ketika itu. Dari semua gerakan emansipasi Indonesia ketika itu. Partai inilah yang paling dinamis. Namun, masa perkembangan perkumpulan ini kiranya singkat.  Pada tahun 1915 ia melampaui titik puncaknya. Kegairahan massa pengikutnya mengendur. Hanya sedikit saja lagi bertambah cabang-cabang baru dan masalah keuangan mulai teratasi. Sejarah SI sesudah tahun 1915 merupakan sejarah kemunduran, hilangnya pengaruh dan timbulnya pertentangan intern.
Pertikaian pertama dari serangkaian panjang perselisihan dalam partai ini terjadi pada tahun 1916. Ketika pemimpin SI di Jawa Barat melakukan upaya untuk memisahkan cabang Jawa barat dan Sumatera Selatan dari bagian lainnya. Upaya ini digagalkan oleh pengurus besar. Jauh lebih berbahaya adalah perpecahan yang terjadi pada tahun 1910-an. Berbeda dengan perselisihan sebelumnya, pertarungan ini ideologi dasarnya. Pertarungan berlaku antara sosialis-revolusioner dan sayap lebih moderat dan orientasi agama lebih kuat. Pada tahun 1921 kaum kiri, yang telah bergabung dengan Partai Komunis Indonesia (PKI) yang terbentuk pada tahun 1920, dikeluarkan dari SI. Di daerah hal ini juga mengakibatkan perpecahan yang hebat.
Periode sesudah tahun 1921 sampai pecahnya perang dunia kedua memperlemah SI. Pada masa itu ia kehilangan pemimpin-pemimpinnya yang terpenting. Abdul Moes, seorang pemimpin pada awal tumbuhnya SI. Meninggalkan SI pada tahun 1920-an. Tjokroaminoto, pemimpin perkumpulan ini yang paling utama, meninggal pada tahun 1934. Tiga tahun kemudian Haji Agus Salim, salah seorang pemimpinnya yang terkemuka sesudah tahun 1916, dipecat. Disamping itu sesudah tahun 1927 timbullah gerakan emansipasi baru, seperti PNI Soekarno yang berpengaruh besar pada massa rakyat. Hal yang pernah dialami oleh SI. Pada akhir tahun 1930-an PSII-demikian nama selanjutnya – tidak banyak lagi artinya.
Sarekat Islam adalah salah satu partai politik yang muncul di awal pergerakan kemerdekaan dan mendapat dukungan massa secara luas. Partai ini menjadi salah satu partai yang bersifat nasional dengan mendasarkan azas gerakannya pada Islam. Tidak hanya mendapatkan dukungan massa yang luas, Sarekat Islam ternyata mampu menjadi “Leading sector” pergerakan nasional pada masa itu. Salah satu hal yang membuat Sarekat Islam besar adalah sifatnya yang menasional dan tidak melakukan pengklasifikasian kelas dalam masyarakat maupun dikotomi suku bangsa pada syarat menjadi anggotanya. Hal ini berseberangan secara diametral dengan Budi Utomo yang dipersepsikan sebagai perkumpulan para bangsawan / feodal jawa dan Madura yang mendapatkan restu dari Pemerintah Hindia Belanda. Sifat Budi Utomo yang sangat kooperatif ditambah lagi dikuasainya pucuk pimpinan partai oleh para elite bangsawan yang berusia tua membuat Budi Utomo mengalami perkembangan yang cukup lambat1.

Awal abad ke 20 adalah awal abad baru bagi kepulauan nusantara. Untuk pertama kalinya pemerintah Hindia Belanda melontarkan gagasan politik Etis terhadap negeri jajahan yang dalam teorinya dimaksudkan untuk membalas jasa penduduk Indonesia yang tlah memberikan kesejahteraan pada negeri Belanda. Terdapat tiga bidang yang menjadi sasaran program politik etis ini dan satu yang paling menonjol adalah masalah Pendidikan. segera setelah politik Etis ini dicetuskan banyak sekolah-sekolah yang didirikan oleh Belanda hingga sampai ke sekolah tinggi2. Dengan munculnya kesempatan untuk memperoleh pendidikan, maka muncullah kelas elite baru yang bersifat modern dimana elite- elite ini nantinya menggantikan posisi elite elite tradisional. Robert Van Niel menjelaskan jika pada awalnya elite tradisional diperoleh berdasarkan keturunan, maka elite modern muncul berdasarkan tingkat pendidikan. Tak jarang pula elite – elite tradisional yang awalnya memperoleh kesempatan paling luas dalam pendidikan, menjelma menjadi elite elite modern3. Elite – elite tradisional yang menjelma menjadi elite modern iniah yang kemudian membentuk Budi Utomo. Namun seiring sejalannya waktu, posisi elite tradisional kian tergerus dengan munculnya elite elite modern yang bukan dari kalangan bangsawan. Menarik jika mencermati Sarekat Islam, munculnya Sarekat Islam tidak didominasi oleh kaum terdidik pendidikan barat walaupun beberapa elitenya mengenyam pendidikan barat seperti H.O.S Tjokroaminoto, Abdul Muis dan H. Agus Salim, namun elite elite tradisional dan elite keagamaan pun masuk dalam jajaran Sarekat Islam ini. Alih alih menjadi gerakan yang elitis, Sarekat Islam menjadi gerakan massa yang mampu mempercepat tumbuhnya nasionalisme Indonesia. Shiraishi ( 1997:103) menyatakan bahwa rasa solidaritas sebagai pribumi yang dijajahlah yang membuat partai ini kemudian menjadi partai berbasis massa. Masyarakat diperkenalkan pada majalah-majalah, koran-koran dan terbitan-terbitan partai selain vergadering-vergadering dimana para pemimpin sarekat Islam memberikan ceramahnya. Hanya perlu waktu satu tahun sejak Sarekat Islam di pimpin oleh Tjokroaminoto, partai ini telah menjelma dan mengagetkan pemerintah Hindia Belanda, dimana Gubernur Jenderal Idenburgh yang sebenarnya adalah sosok yang kurang simpatik terhadap pergerakan nasional indonesia, tidak bisa berkutik dan harus putar otak bagaimana SI tidak berkembang lebih luas lagi4.
Pasca kongres di Surabaya dan Surakarta (26 januari 1913dan 23 mart di tahun yang sama) Sarekat Islam tak terbendung lagi. Propaganda-propaganda dilakukan oleh Sarekat Islam sehingga Korver menyebutnya sebagai fenomena kebakaran padang rumput yang dengan cepat menyambar ilalang di sekitarnya. Pertumbuhan Sarekat Islam pada masa 1912-1915 yang demikian cepat, berangsur-angsur menurun setelah tahun 1915. sedikit cabang baru yang dibuka dan anggota yang mendaftar tidak sebanyak tiga tahun awal popularitasnya. sejarah SI setelah tahun 1915 merupakan sejarah kemunduran, hilangnya pengaruh dan timbulnya pertentangan intern5.
Walau mengalami kemunduran, namun peran sarekat Islam tetap tidak terbantahkan. Tjokroaminoto masih menjadi seorang figur perkumpulan yang dihormati oleh kawan maupun lawan. Hadirnya sarekat Islam sebagai inisiator dalam pembentukan Tentara Kadjeng Nabi Muhammad pada 6 februari 1918 dengan mengumpulkan massa dari berbagai gerakan Islam menjadi bukti pentingnya. selain itu Sarekat Islam pun masih menjadi “ Leading sector” gerakan Islam lainnya. Beberapa penulis mengamati bahwa intensnya Sarekat Islam mengusung isu-isu keislaman pada era 1920 an adalah salah satu cara Tjokroaminoto mewujudkan pan islamisme, salah satu cara akhir untuk menjadikan sarekat Islam sebagai pusat dari gerakan setelah sebelumnya gagal menjadi pemersatu antara golongan Sarekat Putih dan Sarekat Merah.
Kondisi Sarekat Islam tahun-tahun berikutnya menunjukkan kesuraman. Alih – alih menciptakan konvensi dengan golongan sayap kiri (sarekat Merah yang kemudian menjelma menjadi PKI), Sarekat islam malah mengeluarkan golongan ini dari SI, walaupun pada awalnya golongan sayap kiri lebih menyukai tetap bergabung dengan Sarekat Islam, namun Faksi Sarekat Islam Putih yang berada di atas angin tetap menolak dengan tegas.
Disiplin partai tidak hanya menyasar golongan komunis. Beberapa tahun kemudian, disiplin partai pun diberlakukan untuk Muhammadiyah, suatu organisasi Islam yang setia terhadap Sarekat islam dari masa awal-awal berdirinya organisasi reformis ini. Disiplin partai ini membuat Sarekat Islam timpang dan bukan lagi menjelma menjadi partai Massa namun terkesan menjadi partai elite. Mundurnya Muhammadiyah dari SI, konflik elite SI yang berujung pemecatan-pemecatan membuat Sarekat Islam semakin lemah dan nuansa kharismatis sebagai gerakan Ratu Adil pun pupus dan membuat rakyat berbondong-bondong melihat seorang muda yang cakap, Soekarno dan partainya PNI sebagai Ratu Adil baru yang dulu sempat menjelma dalam diri Tjokroaminoto dan Sarekat Islamnya.
Tulisan ini akan mencoba menyorot dinamika konflik yang terjadi pada sarekat Islam di tahun-tahun awal hingga jepang masuk ke Indonesia. Periode ini penting, karena pada masa ini Sarekat Islam mewujud sebagai partai massa lalu bertransformasi sebagai partai elite. periode ini menyimpan kenangan-kenangan masa jaya yang tidak terulang pada periode-periode setelahnya.
Embrio Sarekat Islam bermula dari gerakan Haji Samanhudi yang bernama Rekso Rumekso6. Permasalahan kemudian muncul ketika perkumpulan ini tidak memiliki status hukum. Samanudi kemudian meminta bantuan Mathodarsono untuk mengatasi hal ini. Martodarsono segera mengontak Tirtoadisurjo yang ia kenal melalui majalah Medan Prijaji untuk membuat anggaran dasar dan untuk menghindari hukum Martodarsono mengakui bahwa Rekso Rumekso adalah cabang dari Sarekat Dagang Islamiyah Bogor yang dikella oleh Tirtoadisurjo. Tirto kemudian membuat Anggaran dasar Rekso Rumekso dimana anggaran dasar tersebut ditandatangani pada tanggal 9 November 1911 dan perkumpulan itu dinamakan Sarekat Islam dari awalnya walaupun orang Solo menyebutnya sebagai Sarekat Dagang Islam7.
Masyarakat berbondong-bondong masuk dalam perkumpulan ini. Boikot dan tindak pemukulan terjadi antara orang-orang cina dan orang Jawa yang berkumpul dalam Sarekat Islam. Selain itu, Sarekat Islam ternyata tidak hanya diterima oleh masyarakat perkotaan saja. Masyarakat pedesaan pun berbondong-bondong ikut dalam perkumpulan ini. Tidak adanya pimpinan yang cakap serta memiliki visi yang terarah membuat gerakan massa ini dinilai sering dianggap sebagai biang kerok keributan. Hoofdbestuur Sarekat Islam pun kewalahan dengan tindakan-tindakan anggotanya yang membuat SI mendapatkan pengawasan ketat dan penggerebekan oleh pemerintah Hindia Belanda.
Disaat-saat yang penuh dengan ketegangan Hoofdbestuur Sarekat Islam akhirnya menemukan seorang yang tepat untuk menyusun anggaran dasar yang baru agar lepas dari jerat hukum pemerintah kolonial Belanda. Dialah Tjokroaminoto yang kelak menjadi sentral dari gerakan Sarekat Islam ini bertahun tahun kemudian. Anggaran dasar baru telah dibuat dimana Tjokroaminoto bertindak sebagai komisaris. Anggaran dasar baru membuat Sarekat Islam berkembang tidak hanya di Surakarta namun juga Yogyakarta dan sampai pula di Surabaya dan Semarang.
Tak perlu waktu lama Tjokroaminoto untuk muncul. Kemampuannya dalam berpidato, kharismanya sebagai seorang priyayi serta isi pidatonya yang membangkitkan kesadaran para anggota SI membuatnya bersinar terang dalam Sarekat Islam. lama kelamaan orang tidak lagi memandang ia sebagai juru kampanye atau tukang pembuat anggaran dasar belaka, jauh dari itu tersembullah harapan mesianistik bahwa Tjokroaminoto adalah seorang Ratu Adil, seorang Raja tanpa Mahkota. Hal ini secara langsung maupun tak langsung membuat ia bergesekan dengan Haji Samanhudi yang mana dalam bahasa Rinkes Samanhudi bukanlah seorang pemimpin yang cakap, keras kepala, bertindak semaunya sendiri dan tak pandai berpidato di tempat umum8.
Tahun 1914 adalah tahun dimana terdapat dinamika gesekan dalam tubuh SI. Sarekat Islam seolah terbelah dengan pengikut Tjokroaminoto di satu pihak dan pihak lainnya adalah kelompok yang pro dengan Haji Samanhudi, walaupun dalam 23 maret 1913, Haji Samanhudi ditunjuk sebagai Ketua dan Tjokroaminoto sebagai wakil ketua. Namun manuver Tjokroaminoto lebih dahsyat dibandingkan Samanhudi. Tjokroaminoto adalah tokoh dibalik kesuksesan organ publikasi SI Otoesan Hindia. Selain itu, ia selalu muncul dalam vergadeering – vergadeering SI sebagai lakon utama. Satu hal lagi yang tak dimiliki oleh Samanhudi namun dimiliki Tjokro adalah kemampuannya dalam bernegosiasi dan mengambil hati pejabat Belanda. Rinkes yang mencatat banyak tentang SI telah memberikan kesaksian sebelumnya bahwa Samanhudi tak selincah Tjokro. Tahun 1914  Tjokroaminoto mendapatkan panggung dan Haji Samanhudi menelan pil pahit dan harus tergeser dalam tahta Sarekat Islam. ia cukup puas menjabat sebagai ketua Kehormatan. Hal ini berarti Samanhudi tidak memiliki keluasan wewenang untuk menjalankan SI dimana ketua Central comitee yang baru dijabat oleh Tjokroaminoto. polemik dalam surat kabar pun berlangsung sengit antara mas Marco yang berasal dari lingkungan Samanhudi dengan surat kabar “Doenia Bergeraknya” dan Oetoesan Hindia yang berpihak pada Tjokroaminoto. Dalam hal ini Abdul Muis berdiri sebagai penulis yang sangat getol membela Tjokroaminoto.
Semakin terpinggirkannya posisi Haji Samanhudi membuat ia mencari koalisi dalam tubuh SI untuk melawan Tjokroaminoto. Ia akhirnya menemukannya dalam sosok seorang Gunawan yang pada tahun 1914 menjabat sebagai Wakil ketua Hoofdbestuur CSI. Motif Haji Samanhudi jelas untuk memperoleh kembali kekuasaanya dulu dan menjegal Tjokroaminoto. Sedangkan Guanawan merasa sakit hati kepada Tjokroaminoto karena bungkam seribu bahasa saat majalah Modjopahit yang mengangkat tulisan seorang aktivis pergerakan yang disegani, Tjiptomangunkusumo di tahun 1915 menuduhnya menyelewengkan keuangan partai. Selain itu ia juga menolak menyerahkan uang pengurus bekas departemen Jawa Barat SI kepada Central Comitte. Juga uang kas dari Sarekat Islam Sumatera juga harus diserahkannya. ia khawatir hal ini akan menghilangkan otonominya terhadap CSI9.
Tahun 1916, Gunawan yang disokong oleh Haji Samanhudi mengumpulkan Sarekat IslamSumatra Selatan dan Jawa Barat. Hasil pertemuan adalah membentuk CSI kedua untuk Jawa Barat dan Sumatera Selatan di samping CSI yang telah ada. Manuver ini gagal karena Gunawan tidak mendapatkan sokongan penuh. dalam sebuah rapat rahasia pengurus, diputuskan bahwa Gunawan diberi waktu empat belas hari untuk meredakan usaha pemisahan diri dan yang kedua menyerahkan keuangan kepada CSI. Permintaan pertama dipenuhinya namun permintaan kedua ditolaknya yang membuat ia dibebastugaskan dari CSI. posisinya sebagai Wakil Ketua kemudian diganti oeh Abdul Muis10. Nama Gunawan kemudian tergerus dan untuk tahun tahun selanjutnya orang tak lagi mendengar nama Haji Samanhudi disebut.[is]