Faktor Penyebab
Perilaku Menyimpang - Ada empat faktor penyebab perilaku menyimpang, yaitu
ketidaksempurnaan sosialisasi, menganut suatu kebudayaan menyimpang, kesalahan
memahami informasi, dan ikatan sosial menyimpang.
Ketidaksempurnaan
Sosialisasi Nilai-nilai
Perilaku manusia dikendalikan oleh nilai dan norma sosial.
Nilai dan norma tersebut diterima seorang individu melalui proses sosialisasi.
Sosialisasi dialami seseorang melalui berbagai media. Apabila di antara
media-media itu tidak sejalan dalam menyosialisasikan nilai dan norma, maka
terjadilah ketidaksempurnaan sosialisasi. Salah satunya adalah ketidakselarasan
antara sosialisasi di rumah, di sekolah, dan di masyarakat. Misalnya, sekolah
menanamkan nilai kesehatan sehubungan dengan bahaya rokok. Siswa dilarang
merokok karena tidak baik untuk kesehatan. Namun, di rumah ayahnya sendiri
merokok, dan di masyarakat merokok menjadi perilaku umum. Akibatnya,
nilai-nilai yang disosialisasikan di sekolah tentang bahaya merokok tidak
berhasil. Berbagai anjuran guru yang didasari alasan ilmiah sekalipun tidak
akan dipercaya siswa, apabila guru tersebut, atau guru-guru lain di sekolah itu
juga tampak sering merokok. Ketidaksempurnaan sosialisasi banyak terjadi dalam
berbagai persoalan. Nilai kejujuran yang selalu ditanamkan di sekolah
berlawanan dengan praktik kecurangan di masyarakat. Di sekolah diajarkan bahwa
negara kita adalah Negara hukum, setiap orang sama kedudukannya dalam hukum.
Akan tetapi, kenyataan di masyarakat menunjukkan hal yang berlawanan. Para
pelanggar hukum dapat dibebaskan atau diperingan dari tuntutan jika membayar
atau memiliki kekuasaan, sehingga orang lebih percaya bahwa orang kaya dan
pejabat dapat menghindar dari hukum.
Penyimpangan tingkah laku juga terjadi sebagai akibat tidak
berfungsinya media sosialisasi secara baik. Misalnya, keluarga diharapkan
berperan sebagai sumber kasih sayang bagi anak. Peran itu dapat saja tidak
terpenuhi karena berbagai hal antara lain kehancuran keluarga (broken home)
akibat perceraian, perselingkuhan, kematian salah satu atau kedua orang tuanya,
sifat otoriter orang tua dalam mendidik anak, tekanan ekonomi yang menghimpit
kehidupan sehari-hari keluarga, ataupun karena kemiskinan. Hal-hal tersebut di
atas, menjadikan keluarga tidak mampu menjadi media sosialisasi yang wajar.
Akibatnya, anak-anak yang berasal dari keluarga demikian banyak yang
berperilaku menyimpang.
Menganut Nilai-nilai
Subkebudayaan Menyimpang
Masyarakat adalah satu kesatuan hidup bersama yang memiliki
kebudayaan. Di dalam suatu masyarakat terdapat bagian-bagian (sub-sub) atau
kelompokkelompok orang. Setiap kelompok memiliki ciri-ciri kebudayaan
tersendiri, namun masih merupakan bagian dari keseluruhan masyarakat itu.
Inilah yang dinamakan subkebudayaan. Ada kalanya subkebudayaan menganut tata
nilai yang menyimpang. Misalnya, sekelompok warga masyarakat yang sehari-hari hidup
dalam dunia pelacuran, perjudian, dan berbagai kehidupan malam tidak sehat
lainnya.
Penyimpangan perilaku bersumber dari pergaulan dengan orang
atau kelompok yang menerapkan nilai dan norma yang berbeda (differential association).
Nilai dan norma yang berbeda dipelajari melalui proses alih budaya (culture
transformation). Melalui proses alih budaya seseorang menyerap subkebudayaan
menyimpang (deviant subculture) dari lingkungan tertentu dalam masyarakat. Seseorang
kadang-kadang terjerumus dalam kelompok pergaulan yang tidak menguntungkan
seperti itu. Pergaulan negatif membuat seseorang berperilaku menyimpang.
Seorang anak berasal dari keluarga baik-baik, namun dia tinggal di lingkungan
para pemabuk dan penjudi. Setiap hari melihat, bertemu, dan bergaul dengan
pemabuk dan penjudi. Akibatnya, dia berperilaku seperti itu pula.
Kesalahan Memahami
Informasi
Seringkali kita salah dalam memahami suatu kejadian,
peristiwa atau informasi yang disampaikan oleh pihak lain, terutama media massa
elektronik. Penggambaran peristiwa, berita, dan tayangan-tayangan yang
menampilkan perilaku menyimpang sangat berpotensi untuk ditiru oleh masyarakat.
Hal ini, karena mayoritas masyarakat kita belum terbiasa menyeleksi atau
menganalisis secara kritis terhadap berbagai informasi yang datang. Masyarakat
cenderung untuk menerima mentah-mentah dan menganggapnya sebagai hal yang
lumrah. Contoh yang aktual dapat dilihat dari media televisi di masyarakat
antara lain informasi-informasi kriminalitas, perselingkuhan artis,
sinetron-sinetron yang menceritakan konflik warisan, dan lain-lain. Informasi
dan acara-acara tersebut memperoleh apresiasi yang tinggi dari masyarakat,
sehingga secara tidak langsung mereka terobsesi untuk apa yang ditayangkan
media televisi. Pengaruh terbesar biasanya terjadi pada anak-anak yang belum
dapat secara optimal menyeleksi informasi yang ada. Para pengelola televisi
mungkin menyadari bahwa program-program tersebut mempunyai dampak serius di
masyarakat, namun kepentingan untuk meraih keuntungan nampak lebih penting
daripada dampak-dampak sosial yang terjadi.
Ikatan Sosial
Menyimpang
Di dalam masyarakat terdapat berbagai individu yang berbeda
perilaku dan kebiasaannya. Ada yang hidup tertib dan santun karena sudah mapan
secara sosial ekonomi, namun ada pula yang kurang beruntung sehingga kekecewaan
hidup itu mereka terlampiaskan lewat berbagai perilaku keseharian yang menyimpang
dari norma-norma. Di sisi lain, setiap orang cenderung memilih teman bergaul.
Apabila orang yang dipilih baik, maka baiklah perilakunya. Sebaliknya, apabila
teman bergaulnya berperilaku menyimpang, maka dia pun akan ikut berperilaku menyimpang.
Seseorang tidak akan mudah menghindar dari ikatan sosialnya. Ikatan sosial
dapat berupa teman bergaul, kelompok atau organisasi yang dia ikuti. Seseorang
terikat secara sosial dan secara emosional dengan orang lain atau kelompok yang
diikuti. Misalnya, seorang anak dari keluarga baik-baik tetapi bergaul dengan
sekelompok anak nakal. Apabila teman atau kelompoknya berkelahi, mau tidak mau
dia akan ikut berkelahi. Ikatan sosial membuatnya menunjukkan solidaritas
kelompok.[is]