Penerapan Pengetahuan Sosiologi Pada Perencanaan Sosial & Pembangunan

Penerapan Pengetahuan Sosiologi dalam Perencanaan Sosial dan Pembangunan 
a. Perencanaan Sosial
Perencanaan sosial (social engineering) merupakan salah satu aspek penting dalam kehidupan sehari-hari masyarakat modern. Semakin maju suatu masyarakat, kesadaran akan perencanaan sosial semakin tinggi. Masyarakat sudah menyadari sepenuhnya bahwa arah perubahan sosial dapat direkayasa atau direncanakan. Dengan perencanaan sosial, bentuk masyarakat yang diinginkan pada masa depan dapat dilaksanakan.
Hal seperti ini berbeda dengan keyakinan masyarakat pada masa lampau. Pada masa itu, orang menganggap bahwa perkembangan masyarakat terjadi sebagai akibat kekuatan-kekuatan dari luar kekuasaan manusia. Masyarakat hanya dapat pasif menerima apa saja yang terjadi, tanpa perlu berbuat apa-apa. Akan tetapi, kemajuan pengetahuan sosiologi telah meyakinkan manusia bahwa perubahan sosial adalah hasil perbuatan manusia.
Manusia secara individual maupun kolektif menjadi penggerak (agen) perubahan. Orang-orang besar dalam sejarah, misal para penemu dalam berbagai ilmu pengetahuan dan tek-nologi, hingga para nabi adalah individu-individu yang berpengaruh terhadap perubahan masyarakat. Di samping itu, rakyat biasa, atau sekelompok mahasiswa dapat pula mengubah masyarakat. Gerakan sosial yang berujud demonstrasi ternyata efektif mengarahkan perkembangan masyarakat. Hal ini membuktikan bahwa perubahan masyarakat adalah hasil dari perbuatan manusia.
Oleh karena itu, dapat direncanakan. Keyakinan bahwa perubahan masyarakat dapat direncanakan telah membuat orang dengan sadar membuat perencanaan sosial. Tentu saja tidak mudah membuat rencana yang realistis mengenai perkembangan masyarakat di masa datang. Banyak faktor yang harus diperhatikan. Misalnya, terwujudnya masyarakat adil dan makmur di masa depan seperti yang dicita-citakan bangsa Indonesia. Untuk mewujudkan cita-cita itu diperlukan rekayasa sosial dalam segala bidang. Menurut Ogburn dan Nimkoff, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi untuk melakukan perencanaan sosial. Syarat-syarat itu dijelaskan sebagai berikut.
1) Adanya Modernitas
Modernitas yang diperlukan dalam perencanaan sosial harus menjiwai berbagai sektor kehidupan masyarakat. Sektor-sektor itu antara lain perekonomian, urbanisasi, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta system administrasi. Perekonomian modern ditandai dengan penggunaan alat transaksi berupa uang. Modernitas perekonomian dewasa ini juga diukur dari pemberlakuan sistem ekonomi pasar bebas dan efisiensi pengelolaan badan usaha. Modernitas juga harus menjangkau proses perubahan masyarakat tradisional (desa) menjadi masyarakat maju atau kota (urban). Perubahan ini harus berlangsung teratur. Adanya modernitas juga ditandai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Semakin maju ilmu dan teknologi, maka semakin modern masyarakat. Sistem administrasi yang diterapkan dalam pengelolaan berbagai organisasi (pemerintahan maupun swasta) juga harus memerhatikan kaidah-kaidah modernitas. Apabila aspek-aspek kehidupan di atas sudah tersentuh modernitas, maka ajakan untuk mencapai cita-cita yang diinginkan dapat terwujud dan arah perkembangan masyarakat dapat direncanakan lewat rekayasa sosial.
2) Adanya Sistem Pengumpulan dan Analisis Informasi yang Baik
Informasi sangat penting artinya bagi upaya perencanaan sosial. Perencanaan senantiasa membutuhkan landasan informasi yang cukup. Kita tidak bisa menggambarkan cita-cita masa depan jika tidak memiliki informasi yang memadai mengenai berbagai hal. Contohnya, pemerintah tidak akan mampu membuat rencana yang realistis mengenai produksi beras dan gula nasional, apabila tidak tersedia informasi mengenai luas lahan pertanian, jumlah petani, kapasitas produksi pupuk, dan berbagai sarana pendukung lainnya. Dalam bidang-bidang lainnya juga membutuhkan sistem pengelolaan dan analisis informasi. Hanya dengan cara demikianlah perencanaan sosial dapat dilakukan.
3) Adanya Dukungan Masyarakat
Untuk membangun dukungan masyarakat tidaklah mudah. Pertama kali yang harus dilakukan adalah meyakinkan mereka bahwa apa yang hendak dicapai dengan perencanaan sosial benar-benar bermanfaat bagi mereka. Untuknmencapai kesadaran seperti itu diperlukan tingkat pendidikan dan keluasan cakrawala berpikir. Hal ini membutuhkan proses yang cukup panjang.
4) Adanya Sikap Pemimpin yang Progresif
Perkembangan masyarakat adalah produk perilaku manusia, baik individual maupun kolektif. Di satu sisi, warga masyarakat harus mendukung, sementara di sisi lain, pemimpin politik maupun pemimpin kegiatan ekonomi (pengusaha) juga harus berpandangan maju (progresif). Sebagai orang yang mengemban tugas mengarahkan masyarakat, mereka harus memiliki visi dan misi yang mengarah pada kemajuan masyarakat. Hanya pemimpin yang berwawasan maju yang dapat membawa perkembangan masyarakatnya ke arah kemajuan. Sikap progresif mengandung arti tidak menghambat upaya kemajuan, tetapi justru mendorongnya.
b. Pembangunan
Bila keempat syarat tersebut telah terpenuhi, maka perencanaan sosial dapat diterapkan. Salah satu wujud perencanaan sosial adalah program pembangunan yang dilaksanakan pemerintah. Pembangunan merupakan suatu proses perubahan disegala bidang kehidupan. Tujuan pembangunan adalah menciptakan masyarakat yang lebih sejahtera, baik secara jasmani (material) maupun rohani (spritual).
Sebagai suatu proses yang terencana, pembangunan mencakup tiga tahap, yaitu perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi. Pada setiap tahap tersebut, pengetahuan sosiologi selalu diterapkan. Penjelasan berikut ini akan menunjukkan bagaimana penerapan pengetahuan sosiologi dalam program pembangunan yang dibuat pemerintah.
1) Tahap Perencanaan
Sebelum pembangunan dilaksanakan, mula-mula para pemimpin (pemerintah) menyerap aspirasi masyarakat yang menghendaki peningkatan taraf hidup menjadi lebih baik. Di samping itu, para pemimpin juga memiliki visi jauh ke depan untuk memajukan masyarakat. Perpaduan aspirasi masyarakat dan visi para pemimpin (pemerintah) kemudian dituangkan dalam rencana pembangunan nasional.
Lembaga yang bertugas membuat rencana pembangunan adalah Bappenas (Badan Perencana Pembangunan Nasional). Di sinilah banyak ahli sosiologi berkumpul. Mereka menyumbangkan pemikiran dan pengetahuan sosiologinya untuk membuat rencana pembangunan yang baik. Mereka berkerja sama dengan para ahli dari berbagai bidang lain, sehingga rencana yang dibuat bersifat menyeluruh. Di Bappenas inilah pengetahuan sosiologi benar-benar diaplikasikan dalam proses pembangunan.
Bappenas membuat rencana pembangunan secara nasional, meliputi rencana jangka pendek (satu tahun), jangka menengah (lima tahun), dan jangka panjang (25 tahun). Setiap pemerintahan biasanya membuat istilah berbeda untuk program pembangunan yang dibuat.
Pemerintah Orde Lama membuat program pembangunan yang disebut Recana Pembangunan Lima Tahun (1956 hingga 1961) dan dilanjutkan dengan Rencana Pembangunan Semesta (1961 hingga 1968). Pemerintah Orde Baru merancang pembangunan dalam bentuk sebagai berikut.
  • rencana pembangunan jangka panjang (PJP) dengan periode 25 tahun;
  • rencana pembangunan jangka menengah dengan periode lima tahun (Repelita), dan
  • rencana jangka pendek tahunan yang tertuang dalam RAPBN (Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara).
Rencana jangka panjang disusun dalam GBHN (Garis-garis Besar Haluan Negara). GBHN memuat dasar filosofi, arah, dan tujuan pembangunan Indonesia hingga tahun 2018, yang terdiri atas rangkaian pembangunan jangka menengah lima tahunan. PJP II diawali dengan Repelita keenam, yang merupakan rencana jangka menengah pertama dalam rencana jangka panjang kedua. Rencana tersebut menguraikan upaya pencapaian melalui berbagai kebijaksanaan dan kegiatan pemerintah yang didukung oleh APBN yang berlaku satu tahun anggaran.
Berikut tahap-tahap pembangunan selama pemerintahan Orde Baru:
  • Pelita I (1969 – 1974)
  • Pelita II (1974 – 1979)
  • Pelita III (1979 – 1984)
  • Pelita IV (1984 – 1989)
  • Pelita V (1989 – 1994)
Sementara itu, rencana pembangunan pada masa reformasi (1999 – 2004) dituangkan dalam Program Pembangunan Nasional (Propenas) 2000-2004. Dalam Propenas, termuat sembilan sektor kehidupan masyarakat yang direncanakan untuk dibangun. Kesembilan sektor itu meliputi politik, pertahanan dan keamanan, hukum, ekonomi, pendidikan, kesehatan, kehutanan, kelautan, dan industri.
2) Tahap Pelaksanaan
Setelah rencana dibuat, selanjutnya diterapkan atau dilaksanakan. Segala sesuatu yang tertuang dalam rencana harus dilaksanakan dengan sebaik mungkin. Faktor-faktor yang mendukung dan menghambat pelaksanaan rencana harus diperhatikan. Keterlibatan semua lapisan masyarakat dalam proses pelaksanaan pembangunan sangat diharapkan. Walaupun pemerintah berperan sebagai agen pembangunan (pelopor), namun dukungan dan partisipasi masyarakat tetap diperlukan. Masyarakat bukan sekadar objek (sasaran) pembangunan, melainkan juga sebagai subjek (pelaku) pembangunan. Selama proses pembangunan berlangsung, perubahan sosial yang terjadi dapat diamati. Perubahan itu harus mengarah pada kemajuan atau perbaikan. Adakalanya di satu sisi terjadi penurunan demi kemajuan bidang lain. Misalnya, untuk membangun infrastruktur jalan atau pusat industri diperlukan penggusuran pemukiman. Namun, secara umum perubahan yang terjadi harus mengarah pada kemajuan.
Menurut Soerjono Soekanto (1990) pelaksanaan pembangunan dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu:
  1. secara struktural, yaitu membangun lembaga-lembaga dalam masyarakat. Lembaga-lembaga inilah yang nantinya berfungsi melayani kebutuhan masyarakat;
  2. secara spiritual, yaitu membangun watak dan kepribadian melalui pendidikan. Watak yang dibangun didasari oleh kemampuan berpikir logis dalam menghadapi kenyataan sosial;
  3. merupakan gabungan dua cara sebelumnya.
3) Tahap Evaluasi
Semua usaha pembangunan harus diukur keberhasilannya. Untuk mengetahui apakah suatu proses pembangunan telah berhasil atau belum, diperlukan evaluasi. Pada tahap ini, dilakukan analisis terhadap akibat perubahan sosial yang terjadi sebagai hasil pembangunan. Dari evaluasi, dapat diketahui dan diidentifikasi aspek-aspek yang kurang, macet, mundur, atau merosot. Apabila hal itu terjadi, maka diadakan upaya perbaikan. Evaluasi juga memberikan informasi mengenai keberhasilan-keberhasilan pembangunan. Ada tiga indikator keberhasilan usaha pengembangan masyarakat, yaitu produktivitas, efisiensi, dan partisipasi masyarakat. Usaha pembangunan dikatakan berhasil bila produktivitas masyarakat secara umum meningkat. Peningkatan itu harus disertai dengan efisiensi pelaksanaan pembangunan. Tingkat efisiensi dapat dicapai dengan peningkatan penguasaan teknologi dan peningkatan kualitas sumber daya manusia. Adapun partisipasi masyarakat merupakan indikator keberhasilan otonomi daerah. Dengan tingginya partisipasi masyarakat, maka terjaminlah kesinambungan pelaksanaan usaha pembangunan.
Ketiga tahap pembangunan di atas mutlak membutuhkan dukungann pengetahuan sosiologi. Tahap perencanaan membutuhkan pengetahuan sosiologi karena sebuah rencana yang baik harus didasari dengan data dan fakta sosial yang akurat. Data yang dibutuhkan untuk membuat rencana yang baik meliputi pola interaksi sosial, kelompok-kelompok sosial, kebudayaan, lembaga-lembaga sosial, dan stratifikasi sosial. Pola interaksi sosial perlu diketahui agar dapat diarahkan untuk mendukung upaya pembangunan. Interaksi sosial yang mendukung pembangunan harus dipertahankan dan diperkuat. Sebaliknya, pola interaksi yang menghambat perlu segera dinetralisasi. Kelompok-kelompok sosial dalam mayarakat sangat bervariasi. Ada kelompok yang mendukung pembangunan ada pula yang tidak.
Bila suatu kelompok menjadi pola anutan masyarakat, maka pemerintah harus memperhitungkan keberadaannya. Kebudayaan terdiri atas nilai dan norma sosial. Dalam masyarakat terdapat nilai yang bisa mendukung pembangunan, atau yang netral, atau justru menghambat pembangunan. Hal tersebut perlu dikaji terlebih dahulu agar dapat diketahui faktor yang mendukung maupun menghambat pembangunan. Lembaga-lembaga sosial pun merupakan bagian dari kenyataan sosial yang perlu dikaji sebelum pembangunan dilaksanakan. Sebab, lembaga-lembaga itulah yang memenuhi kebutuhan masyarakat. Selain itu, stratifikasi sosial juga perlu dikaji untuk mengetahui kelas dan kelompok sosial manakah yang memiliki pengaruh kuat terhadap anggota masyarakat lainnya. Semua informasi sosiologis yang diperoleh selama proses perencanaan dan pelaksanaan akan menjadi bahan kajian ulang pada tahap evaluasi. Di sinilah pengetahuan sosiologi sangat berperan dalam pembangunan.[is]