Berbagai Cara Pengendalian Sosial

Berbagai Cara Pengendalian Sosial - Berdasarkan sifatnya, ada dua macam kelompok masyarakat, yaitu kelompok primer yang bersifat akrab dan informal, misalnya keluarga atau teman sepermainan, dan kelompok sekunder yang bersifat formal berupa organisasi formal (OSIS, Korpri, PGRI). Cara pengendalian disesuaikan dengan sifat masyarakat yang menjadi sasaran pengendalian. Untuk kelompok masyarakat primer digunakan cara informal, spontan, dan tidak direncanakan, sedangkan kelompok sekunder digunakan cara-cara formal. Berikut ini dijelaskan beberapa cara dan alat pengendalian sosial, baik secara informal maupun formal.

a. Gosip atau Gunjingan
Gosip adalah membicarakan seseorang tanpa sepengetahuan orang tersebut. Pada umumnya, gosip berisi hal-hal yang dinilai kurang pantas menurut kaca mata umum. Pada situasi tertentu, koreksi terhadap perilaku orang lain tidak dapat disampaikan secara langsung, sehingga beredarlah gosip dari mulut ke mulut. Pada dasarnya, gosip merupakan upaya orang lain memperhatikan perilaku kita, apakah sudah sesuai dengan harapan masyarakat atau belum. Tidak semua gosip merupakan bentuk pengendalian sosial, hanya gossip yang membicarakan penyimpangan saja yang berfungsi sebagai pengendalian sosial. Gosip yang berisi desas-desus tanpa dasar atau fitnah bukan bentuk pengendalian sosial. Oleh karena itu, gosip dapat bersifat positif dan juga dapat bersifat negatif. Gosip positif dapat membangun terciptanya kondisi masyarakat menjadi lebih tertib. Akan tetapi, apabila gosip justru memecah belah keutuhan masyarakat, maka gosip tersebut justru merugikan. Desas-desus adu domba adalah contoh gosip yang berbahaya, sedangkan gosip yang bertujuan mengritik perilaku seseorang tanpa unsur agitasi dapat membuat seseorang mawas diri. Reaksi orang yang dilanda gosip untuk menghentikan gosip adalah dengan mengoreksi perilakunya. Misalnya, seorang gadis digosipkan sebagai perempuan nakal karena sering pulang larut malam. Setelah dia mengetahui dirinya menjadi bahan gosip, maka dia berusaha menghentikan kebiasaan buruknya. Tentu tidak semua orang demikian, sebab ada orang yang kurang peka terhadap
b. Teguran
Teguran adalah kritik yang diberikan seseorang kepada orang lain sehubungan dengan perilakunya. Kritik tersebut bersifat membangun karena bertujuan agar seseorang memperbaiki perilaku. Teguran digunakan untuk mengendalikan pelanggaran-pelanggaran ringan. Berbeda dengan gosip, teguran disampaikan secara langsung dan terbuka.
Teguran lebih efektif dalam mengendalikan situasi yang tidak tertib. Namun, kadang-kadang teguran diabaikan, terutama jika orang yang menegur memiliki legitimasi kurang di mata orang yang ditegur. Dalam kondisi formal, apabila teguran diabaikan, cara pengendalian sosial dapat ditingkatkan menjadi hukuman. Bentuk pengendalian sosial ini banyak dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari. Di rumah, orang tua menegur anak-anaknya apabila tidak tertib. Di sekolah, guru menegur siswa yang mengganggu temannya. Bahkan, sebagai lembaga formal, sekolah dapat membuat teguran tertulis terhadap siswa yang melakukan pelanggaran melampaui batas tertentu. Teguran atau peringatan tertulis itu dikirimkan kepada orang tua. Apabila teguran mencapai tahap seperti ini, pada umumnya pelanggaran yang dilakukan sudah sangat serius. Tidak jarang siswa dikeluarkan apabila tidak dapat mengubah sikap dan perilakunya.
c. Pemberian Penghargaan dan Hukuman
Pendidikan merupakan bagian dari proses sosialisasi. Dalam dunia pendidikan dikenal adanya prinsip penghargaan dan hukuman (rewards and punishment). Penghargaan diberikan kepada siswa yang melakukan perbuatan baik atau berprestasi, sedangkan hukuman diberikan kepada siswa yang berbuat di luar ketentuan atau melakukan kesalahan. Penghargaan yang paling sederhana adalah berupa kata-kata pujian atau isyarat acungan jempol. Dalam situasi formal, penghargaan diwujudkan dengan piagam, sertifikat, surat keputusan, atau piala. Bentuk hukuman pun beragam, dari yang ringan hingga pidana berat. Misalnya, seorang siswa yang tidak mengerjakan pekerjaan rumah dihukum dengan lari sepuluh kali keliling lapangan. Hukuman berat dan bersifat formal sering dijatuhkan pengadilan kepada para penjahat. Baik penghargaan maupun hukuman bertujuan untuk mengendalikan perilaku seseorang agar tidak melanggar tata nilai dan norma sosial. Penghargaan dapat membuat pelakunya mengulangi perbuatan baik yang telah dilakukan, selain mendorong orang lain berbuat hal yang serupa, setelah mengetahui bahwa berperilaku baik ternyata dihargai. Hukuman membuat pelaku penyimpangan sadar dan jera akan kesalahannya, dan diharapkan tidak diulangi lagi. Hukuman yang diterima seseorang menjadi peringatan bagi orang lain agar tidak ikut-ikutan melanggar norma.
d. Pendidikan
Pendidikan merupakan suatu proses pendewasaan anak. Melalui pendidikan, seorang anak dikenalkan, dibiasakan, dan dituntun untuk patuh kepada berbagai nilai dan norma sosial yang ada di masyarakat. Nilai dan norma itu ditanamkan baik secara langsung maupun tidak langsung kepada seorang anak melalui pendidikan. Inilah arti penting pendidikan sebagai salah satu cara pengendalian sosial.
Pendidikan terdiri atas tiga macam, yaitu pendidikan di dalam keluarga (pendidikan informal), di sekolah (pendidikan formal), dan di masyarakat (pendidikan nonformal). Ketiganya saling mendukung. Optimal atau tidaknya peran pendidikan sebagai cara pengendalian sosial sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain:
  1. keteladanan pendidik, yaitu seorang pendidik yang simpatik akan lebih berhasil daripada yang kurang simpatik;
  2. teknik pelaksanaan pendidikan, yaitu pendidikan akan berhasil bila caranya tepat dan sarananya mendukung;
  3. kondisi yang tepat yaitu kondisi yang berhubungan dengan segala hal baik secara langsung maupun tidak langsung yang turut menentukan keberhasilan pendidikan;
e. Melalui Agama
Agama merupakan suatu system kepercayaan yang didalamnya terkandung sejumlah nilai dan norma yang harus dipatuhi pemeluknya. Nilai dan norma itu menjadi tuntunan bagi manusia dalam berinteraksi dengan Tuhan, dengan sesama manusia, dan dengan lingkungan alam. Dengan menjadi pemeluk agama yang baik, berarti seseorang telah mematuhi sejumlah norma yang sangat dibutuhkan dalam kehidupan di masyarakat. Oleh karena itu, agama dapat dijadikan sarana sebagai pengendalian sosial.
Orang yang memiliki kadar keimanan tinggi akan dapat memahami, bahwa semua norma dalam agamanya mengandung manfaat yang baik bagi kehidupannya. Kadar keimanan yang tinggi hanya dapat dicapai apabila kita rajin mengkaji, mempelajari dan mendalami makna yang terkandung di dalam setiap ajaran agama. Oleh karena itu, orang yang benar-benar beriman adalah mereka yang hidupnya bermanfaat bagi dirinya sendiri, keluarganya, dan masyarakatnya.[is]