Pengertian Perilaku
Menyimpang - Mungkin Anda pernah ditegur guru karena berpakaian tidak
tertib, baju tidak dimasukkan, atau memakai sepatu dengan tidak semestinya. Hal
itu barangkali menjadi pemandangan yang sering Anda alami. Akan tetapi,
pernahkah Anda berpikir mengapa terjadi demikian? Mungkinkah Anda menganggapnya
sebagai sesuatu yang sudah sewajarnya terjadi di sekolah, seorang guru menegur
siswanya yang tidak tertib?
Sebenarnya hal tersebut merupakan salah satu bentuk perilaku
menyimpang. Dikatakan menyimpang karena ada pelanggaran terhadap norma-norma
yang berlaku di sekolah, yang dalam hal ini adalah norma yang mengatur cara berpakaian
di sekolah. Walaupun kecil, penyimpangan itu perlu dikoreksi oleh guru Anda,
sebab sekolah merupakan lembaga sosialisasi nilai-nilai. Di sekolah, Anda
dididik menjadi manusia yang tertib dan mematuhi aturan demi kepentingan
bersama.
Dalam masyarakat yang lebih luas, juga terdapat nilai dan
norma yang jumlahnya lebih banyak dan beragam. Itu semua diperlukan demi
keharmonisan hidup bersama para warga masyarakat. Perilaku yang tidak sesuai
dengan nilai dan norma dalam masyarakat disebut perilaku menyimpang
(nonkonformitas, atau antisosial). Sebaliknya, perilaku yang sesuai dengan
nilai dan norma di dalam masyarakat disebut perilaku tidak menyimpang
(konformitas).
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa suatu perilaku
dinilai menyimpang atau tidak diukur dengan nilai dan norma sosial yang
berlaku. Sebenarnya, tidak ada satu masyarakat pun yang benar-benar berjalan
secara sempurna tanpa penyimpangan. Dalam batas-batas tertentu, setiap warga masyarakat
pernah melakukan penyimpangan, baik secara terbuka maupun tersembunyi.
Pengertian perilaku menyimpang itu sendiri bersifat relatif. Artinya, suatu
perilaku tertentu dianggap menyimpang oleh suatu masyarakat, namun oleh
masyarakat lain hal itu dianggap sebaliknya. Misalnya, masyarakat muslim menganggap
orang yang makan daging babi adalah menyimpang dari norma agama, sedangkan
masyarakat nonmuslim tidak demikian.
Relativitas perilaku menyimpang juga dapat terjadi karena
situasi dan kondisi. Sesuatu yang dahulu di anggap tidak layak, sekarang dapat
dianggap layak. Misalnya, pada zaman dahulu wanita Indonesia (pribumi) dinilai
tidak pantas mengenakan celana seperti laki-laki. Mereka harus mengenakan kain
dan kebaya. Akan tetapi, sekarang hal itu sudah tidak berlaku lagi. Relativitas
nilai sosial dipengaruhi pula oleh tempat atau lingkungan sosial budaya. Antara
masyarakat desa dan kota mungkin memiliki nilai dan norma yang berbeda pula.
Masyarakat desa mempertahankan tradisi turun-temurun dari nenek moyang. Orang
desa yang meninggalkan tradisi di desanya dianggap tidak layak atau menyimpang.
Akan tetapi, masyarakat kota menganut nilai keterbukaan, sehingga cepat
menyesuaikan diri dengan berbagai perubahan. Nilai-nilai tradisional tidak lagi
mengikat mereka. Perubahan di berbagai penjuru dunia cepat memengaruhi perilaku
orang-orang kota, apalagi dengan dibantu oleh sarana teknologi komunikasi yang
seolah telah menghilangkan batas ruang dan waktu.
Di sisi lain, perilaku menyimpang tidak selalu berdampak negatif.
Penyimpangan dalam bentuk pemberontakan terhadap nilai-nilai yang sudah mapan kadang-kadang
melahirkan pemikiran-pemikiran baru. Misalnya, R.A. Kartini memelopori
penerobosan nilai-nilai kehidupan yang dia rasa tidak adil bagi kaumnya,
sehingga lahirlah gerakan emansipasi wanita di Indonesia. Padahal nilai-nilai
yang berlaku saat itu mendukung pengekangan terhadap kaum wanita.
Biasanya penyimpangan seperti itu mendapat tentangan dari
masyarakat namun ketika ‘pemberontakan’ itu dirasakan ada manfaatnya,
lama-kelamaan diterima dan menjadi nilai dan norma baru. Tidak semua pemberontakan
melahirkan pahlawan-pahlawan seperti R.A. Kartini. Tetapi, selalu ada orang atau
sekelompok orang yang mendobrak nilai-nilai yang sudah mapan. Sebenarnya
seluruh anggota masyarakat menghendaki agar setiap warga masyarakat berperilaku
baik. Akan tetapi, kenyataannya selalu ada orang yang mencuri, merampok,
memerkosa, berkelahi, menganiaya, menyalahgunakan narkotika, dan lain-lain.
Perilaku semacam itu merupakan penyimpangan terhadap nilai dan norma masyarakat.
Orang yang melakukannya dianggap gagal menyesuaikan diri dengan nilai dan norma
yang ada di masyarakatnya.[is]